Tidak Lagi Dibatasi Nomenklatur, Kini Perguruan Tinggi Bisa Membuka Prodi Bidang Baru

Tidak Lagi Dibatasi Nomenklatur, Kini Perguruan Tinggi Bisa Membuka Prodi Bidang Baru
Tidak Lagi Dibatasi Nomenklatur, Kini Perguruan Tinggi Bisa Membuka Prodi Bidang Baru. Kini perguruan tinggi bisa membuka program studi baru yang diperlukan sesuai dengan permintaan dunia kerja. Prodi baru tidak lagi dibatasi nomenklatur yang dibuat pemerintah. Pembukaan prodi baru cukup diajukan ke Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI).
Dijen Kelembagaan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo menjelaskan, kebijakan baru pemerintah kini membuka lebar nomenklatur program studi. Sehingga tidak harus sesuai dengan Lampiran Permenristekdikti nomor 257 tahun 2017.
“Semua program studi bisa diusulkan, nanti dievaluasi.” kata Patdono ditemui di Rapat Koordinasi LLDIKTI Wilayah I-XIV di Hotel Courtyard Marriot Bandung, Jumat, 7 September 2018.
Ia mengatakan, saat ini sudah ada 120 prodi baru yang sudah disetujui. Baik di bidang sosial, maupun eksakta.
Menurut Patdono, kebijakan ini dibuat untuk mengimbangi dunia kerja yang berkembang cepat. Muncul lapangan kerja yang membutuhkan keahlian baru. Sehingga perguruan tinggi harus bisa menyesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini.
Pengajuan prodi baru kini tidak perlu harus ke Kemenristekdikti di Jakarta. Perguruan tinggi cukup mengajukannya ke LLDIKTI.

Prodi kedokteran

Meski pembukaan prodi baru dibuka lebar, pemerintah masih memberlakukan moratorium pembukaan prodi kedokteran. Patdono belum bisa memastikan kapan moratorium itu akan dihentikan. “Nanti (moratorium) dibuka dalam waktu singkat, lalu ditutup lagi,” ujarnya.
Patdono menyebut, moratorium ini masih berlanjut lantaran Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menilai jumlah prodi kedokteranyang ada saat ini sudah cukup. Namun di pihak lain, Kemenristekdikti menerima keluhan dari kepala daerah khususnya di Indonesia Timur yang mengeluh kekurangan dokter.
“Dua-duanya benar. Secara keseluruhan, jumlah prodi kedokteran cukup tapi distribusinya tidak bagus, kurang merata. Semua kumpul di Jawa,” katanya.
Sementara Kepala LLDIKTI Wilayah IV Uman Suherman mengatakan, sebenarnya tidak ada yang berubah dari prosesnya. Hanya saja, jika dulu Kopertis sifatnya memberi rekomendasi pada permintaan prodi baru, kini sifatnya persetujuan. Tetapi surat keputusan pembukaan prodi itu tetap dari Kemenristekdikti.
“Syarat dan prosesnya tetap sama, ya paling SDM saja yang kami akan tambah,” ujarnya.
Lembaganya perlu melakukan sosialisasi kepada perguruan tinggi negeri. “Supaya tidak memandang Kepala LLDIKTI sepeti menteri kecil di wilayahnya. LLDIKTI memberi pelayanan dan memangkas birokrasi sehingga bisa lebih cepat, mudah, dan murah,” tutur Uman.
Sebelumnya, jika perguruan tinggi membuka prodi maka Kemenristekdikti harus mengirim evaluator dari Jakarta. Hal ini perlu waktu yang lama dan biaya tinggi.

Akreditasi

Patdono mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi. Salah satunya jika dilihat dari Akreditasi Perguruan Tinggi (APT) dan Akreditasi Program Studi (APS).
Sampai dengan 4 September 2018, baru 36 dari 86 PTN di Indonesia yang sudah terakreditasi A atau sekitar 41,9%. Sementara dari 1.274 PTS yang sudah terakreditasi, baru 30 yang terakreditasi A atau sekitar 2,4 persen.
Di Jawa Barat jumlahnya pun belum berubah, sampai saat ini baru tiga kampus swasta yang sudah terakreditasi yakni Universitas Islam Bandung, Telkom University dan Universitas Parahyangan yang mengantongi akreditasi A.
Patdono berharap, keberadaan LLDIKTI bisa turut meningkatkan mutu pendidikan tinggi. “Akreditasi prodi dan institusi dari PTN dan PTS diharapkan bisa meningkat,” ujarnya.

Comments

Popular posts from this blog

IPB Dan UI Telah Teken Kerjasama Dengan Moskow Terkait Pendidikan Dan Penelitian

Kerjasama Pendidikan Dan Penelitian Terjalin Antara Fakultas Biologi UGM Dan Murdoch University